Jangan
ragu, dakwah tetaplah melaju
Bro
en Sis, berdakwah itu tugas mulia seorang muslim. Terlepas dari adanya kasus
terbaru itu atau tidak, dakwah mah tetap wajib terus berjalan. Termasuk buat
kita para remaja muslim yang shalih dan shalihah, jangan kendor dong
semangatnya. Justru kita kudu buktikan bahwa tuduhan-tuduhan yang menyebutkan
Islam sebagai agama teror dan umatnya gemar bikin teror adalah tuduhan keliru
yang punya bapak salah alias keliru bin salah. Tuduhan yang ngaco, gitu lho.
Oya, ngomongin soal dakwah biasanya
kamu langsung mengkerut dahinya. Hehehe.. pengalaman membuktikan bahwa remaja
ogah deket-deket dengan dakwah. Tapi, gaulislam, buletin kesayangan kita semua
ini, bakalan ngajak kamu bermain sambil belajar mengenal apa itu dakwah dan
tentu saja menyarankan kamu semua untuk peduli dengan dakwah. So, pasti
dakwah Islam, dong. Dan, harap dipahami, bahwa dakwah Islam nggak melulu tugas
dan tanggung jawab para ulama atau ustad, lho. Tapi kita semua, sebagai muslim.
Lagian, dakwah bukan selalu berarti harus disampaikan di depan forum besar,
tabligh akbar atau sejenisnya. Nggak juga lho. Kamu menegur dan mengingatkan
kawan kamu yang nggak shalat pun, itu adalah dakwah. Betul?
Mungkin kita pernah bertanya kepada
diri sendiri: mengapa ada banyak orang yang mau bersusah payah mengingatkan
orang lain? Mengapa ada begitu banyak orang yang rela kehilangan begitu banyak
waktu hanya untuk menyampaikan kepada orang lain apa yang dipahami dan
diyakininya? Mengapa selalu saja ada orang yang merasa harus peduli dan cinta
kepada orang lain, sehingga ia merasa perlu untuk menegur dan menyadarkan?
Apakah kita sudah punya jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut?
Seorang teman pernah menyampaikan
bahwa ia merasa hampa dalam hidupnya. Padahal, ia sudah mendapatkan segala
cita-cita dan keinginannya. Ia sudah bekerja di sebuah perusahaan asing.
Perusahaan yang setidaknya memberikan jaminan hidup yang lebih dari cukup. Ia
pun berambisi ingin meraih gelar sarjana, maka ia kuliah meski dengan susah
payah karena harus berbagi waktu dengan pekerjaannya. Beberapa tahun kemudian
berhasil lulus. Keluarga? Ia bahkan sudah lebih dulu menikah ketimbang saya
yang waktu itu masih luntang-lantung tak karuan. Keluarga? Ia sudah punya
anak-anak dan istri yang siap menemani, mendampingi dan menghidupkan
hari-harinya.
Tapi mengapa ia merasa hampa dalam
hidup, padahal ia sudah berhasil meraih segala yang diangankan dan
diinginkannya selama ini? Bukankah sebuah kebahagiaan ketika kita bisa berhasil
meraih apa yang selama ini kita harapkan? “Memang bahagia, tapi rasanya belum
lengkap,” begitu jawabnya suatu saat.
Ia lantas bercerita bahwa dirinya
merasa iri dengan teman-temannya semasa sekolah dulu dan saat itu masih sering
bertemu karena ada sebagian yang bekerja di kota yang sama dengannya. Ia
sampaikan bahwa ia merasa tak berarti apa-apa di hadapan teman-temannya. Meski
jika dibandingkan secara ekonomi, beberapa temannya tak seberuntung dirinya.
Tapi ia tetap memendam rasa iri sekaligus rasa kagum kepada teman-temannya yang
senantiasa istiqomah dalam dakwah. Sementara ia sendiri merasa bahwa hidup
sekadar menikmati untuk diri dan keluarganya saja. Ia pantas merasa iri dan
kagum kepada teman-temannya yang, meski dengan kondisi jauh lebih sederhana
darinya, tapi mampu berbagi dengan orang lain. Meski kehidupan ekonomi teman-temannya
terbilang biasa, tapi baginya adalah istimewa. Karena teman-temannya bisa
berbagi tenaga, berbagi waktu, dan berbagi ilmu dengan sesamanya.
Kemudian, tak lama setelah ‘curhat’
kecil-kecilan itu, ia bertekad untuk membagi kehidupannya untuk orang lain. Ia
sudah azzam-kan kuat-kuat dalam niatnya untuk terjun dan menyiapkan diri
dalam barisan pengemban dakwah. Ia semangat mengkaji Islam dan tak kenal lelah
mencari ilmu. Tak lama kemudian, dakwah telah menjadi pilihan hidupnya. Ia
sudah menyiapkan segalanya untuk itu. Alhamdulillah. Tapi beberapa waktu lalu,
terdengar kabar dari teman saya yang satu daerah dengannya. Kabar yang tak
sedap tentang dirinya: ia futur dari dakwah. Innalillaahi. Mungkin ia belum
sepenuhnya siap.
Sebelum bisa menulis seperti ini,
sebelum bisa menyampaikan secara lisan kepada orang lain tentang Islam, saya
termasuk orang yang cuek terhadap orang lain. Saya punya prinsip, “Urus diri
sendiri, jangan campuri urusan orang lain. Dan yang terpenting: Jangan membuat
susah orang lain”. Itu saja sudah cukup bagi saya dalam menjalani kehidupan di
dunia ini.
Tapi, ternyata prinsip itu runtuh
seketika saat seorang teman mengajak saya untuk merenung tentang hidup. Saya
termasuk kagum kepadanya karena di usianya yang masih remaja (waktu itu SMA
kelas 2) sudah berani berbicara tentang bagaimana memiliki rasa peduli kepada
orang lain, ia sudah dengan tegas menyampaikan bahwa dakwah adalah perjuangan
antara hidup dan mati. Entah dari siapa dan bagaimana caranya ia mendapatkan
prinsip tersebut. Yang jelas dan pasti, pikiran dan perasaannya sudah jauh
lebih dewasa dari fisiknya itu sendiri. Saya salut kepadanya. Karena ia telah
begitu serius menyiapkan diri di jalan dakwah. Subhanallah.
Masih di tahun-tahun yang sama, awal
tahun 90-an waktu itu, gairah mengkaji Islam di kalangan pelajar sangat
semarak. Semangat mereka mampu membakar perasaan dan pikiran saya waktu itu.
Saya bahkan merasa yakin, jika banyak anak muda yang memiliki semangat untuk
mengkaji Islam, bukan mustahil bila Islam akan semakin banyak pendukungnya,
pembelanya, dan pejuangnya. Akan banyak anak muda muslim yang berdakwah dengan
semangat berkobar-kobar laksana api yang membakar. Ia akan mendidihkan pikiran
dan jiwa sesamanya untuk bangkit bersama membela Islam.
Kini, sudah dua puluh tahun tahun
sejak saya tercerahkan dengan Islam, kebanggaan saya kian memuncak, karena ada
banyak generasi pembela dan pejuang Islam yang masih belia, yang ketika jaman
saya seusia mereka masih senang main-main. Kini, semangat untuk mengemban
dakwah mengalir sampai jauh ke generasi yang masih belia. Saya yakin, ini tidak
jadi dengan sendirinya, tapi disiapkan oleh orang-orang yang punya semangat
untuk menggerakkan segenap potensi yang dimiliki kaum Muslimin. Insya Allah, kemenangan
Islam, bukan khayalan. Kemenangan Islam bukan juga mimpi atau ilusi. Tapi
sebuah kenyataan. Insya Allah.
Jadi, yuk kita peduli terhadap
dakwah. Sejak dari sekarang. Kalo kamu udah jadi anak ngaji dan aktif
berdakwah, sebaiknya pedulimu terhadap dakwah makin kuat. Saya juga sama. Ingin
lebih baik lagi kepeduliannya terhadap dakwah—termasuk tentunya terjun langsung
dalam dakwah. Mari sama-sama saling peduli dan saling menguatkan. Sip deh, kalo
barengan gini kan jadinya asik. Ok?
Oya, nih ada pesan bagus lho dari
Ustad Aa Gym. Aa Gym, dalam narasi awal di salah satu lagu The Fikr bertutur:
“jalan berliku, terjalnya tebing, curamnya jurang, bukanlah sesuatu yang
mengerikan. Yang paling mengerikan adalah kehilangan keberanian untuk
mengarungi kehidupan. Siapapun yang berani mengarungi kehidupan, dia harus
menikmati hiruk-pikuk kesulitan, terjalnya masalah, dalamnya kepiluan, karena
di balik semua itu tersimpan hikmah yang dalam. Bagi pencari kebenaran,
kenikmatan adalah untuk terus mencari, mengarungi samudera kehidupan.”
Dikutip dari : Gaul ISlam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Harap Berkomentar secara Arif Nan Bijaksana.
Trim's . . . !!!