“Dan
apa saja yang dibawa oleh Rasul, maka ambillah. Sedangkan apa yang dilarangnya,
maka hindarilah. Bertakwalah kalian kepada Allah, karena Allah Maha keras
siksa-Nya.” (QS. Al Hasyr: 7).
Manusia memang membutuhkan rasul sebagai perantara dalam
menerima ajaran-ajaran dari Allah SWT. Dan bersamaan dengan itu pula, sejak
lama manusia telah menempatkan Rasulullah SAW. sebagai pembawa risalah terakhir
dari Allah SWT. untuk manusia. Setiap saat kita selalu bersholawat kepada nabi
sebagai perwujudan dari rasa hormat kepada beliau, dan kita berusaha untuk
menjadi orang-orang yang diberi syafaat di hari penghisaban dengan mengikuti
anjuran dan larangannya. Karena pada hakikatnya yang dibawa Muhammad adalah
wahyu dari Allah SWT. (QS. An Najm: 3 dan 4; QS. Al An’am:50).
Wujud cinta kita kepada Rasulullah selalu kita buktikan
dengan mengikuti perbuatan-perbuatannya. Rasul menganjurkan berbuat baik kepada
semua orang, dengan segera kita melaksanakannya. Ketika Rasul menyuruh kita
sopan santun, jujur, adil, bersikap pemaaf, maka dengan antusias kita menyambut
dan melaksanakan perintah itu. Sehingga dalam kadar tertentu kita telah
menjadikan Rasulullah sebagai figur yang harus diteladani dalam segala komponen
kehidupan. Bahkan Rasulullah adalah ushwatun hasanah atau teladan yang
baik.
Namun
amat disayangkan, rasa cinta kepada Rasulullah itu sedikit demi sedikit mulai
memudar sesuai dengan berkembangnya peradaban. Sangat ironis memang, ternyata
generasi muda kita lebih paham dan mengikuti “sabda-sabda” yang mereka anggap
sebagai figur “teladan”. Tak bisa menutup mata, bahwa remaja kita mulai
gandrung dengan tokoh-tokoh artis yang mereka anggap mampu memberi inspirasi
dalam hidupnya. Bahkan dalam tataran tertentu mampu menumbuhkan histeria.
Bukan saja kaum muda yang sudah mematut-matut diri menyamakan
dengan idola pujaannya. Namun, tanpa disadari kaum tua pun telah melakukan hal
yang sama, meski dalam unsur yang berbeda. Dalam diri kita mulai merayap
pemikiran dan perasaan yang bertolak belakang dengan sikap Rasulullah sebagai
teladan kita. Betapa naifnya kita mengaku-ngaku mencintai dan meneladani
Rasulullah sementara kita sendiri tak pernah mengikuti perilakunya. Cinta kita,
cinta palsu belaka. Di satu sisi kita senantiasa bersholawat kepadanya, tapi
pada kesempatan yang lain kita malah melakukan perbuatan yang dilarangnya, yang
jelas bertentangan dengan perilaku mulianya.
Satu hal yang bisa kita dapati bila kita mencintai dan
meneladani Rasulullah dalam segala komponen kehidupan, yang tak akan pernah
kita jumpai dalam mencintai dan meneladani selain Rasulullah. Yakni
Rasululullah akan memberi “bonus” berupa syafaat kepada kita di hari
penghisaban, bila kita mengikuti apa-apa yang diperintahkannya dan menghindari
apa yang dilarangnya. Tak perlu menipu diri dengan menganggap nanti akan
mendapat syafaat, sementara kita tak pernah meledani perbuatan Rasulullah.
Mulai
sekarang, kita wajib menumbuhkan semangat untuk mencintai dan meneladani
Rasulullah dalam jiwa kita. Wujudkan dalam setiap aktivitas kehidupan kita
bahwa kita mencintai dan meneladani Rasulullah. Sehingga kita menjadi umat yang
diridhoi oleh Allah dan Rasul-Nya. [O. Solihin]
Dikuti dari : Gaul ISlam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Harap Berkomentar secara Arif Nan Bijaksana.
Trim's . . . !!!