Perintah untuk memperbagus lurusnya
shaf (barisan)
Dari Abû Hurairoh Radhiyallâhu
‘anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam
bersabda :
“Perbaguslah lurusnya shaf (barisan)
ketika sholat” (HR Ahmad di dalam Musnad-nya dan dishahîhkan
oleh Syaikh al-Albânî di dalam Shahîh at-Targhîb wat
Tarhîb : 499)
Bagaimana cara memperbagus lurusnya
shaf?
Hadits Jâbir bin Samuroh
Radhiyallâhu ‘anhu menjelaskan hal ini. Beliau berkata : “RasulullahShallallâhu
‘alaihi wa Sallam keluar menemui kami dan berkata :
“Aku tidak pernah melihat kalian
mengangkat-angkat tangan kalian, seakan-akan seperti ekor kuda liar saja.
Tenanglah kalian di dalam sholat (jangan bergerak).”
Jâbir berkata kembali : kemudian beliau Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam keluar menemui kami (pada lain waktu) dan melihat kami
sedang bergerombol, lantas beliau bersabda :
“Aku tidak pernah melihat kalian
bergerombol?!”
Jâbir melanjutkan : kemudian beliau Shallallâhu ‘alaihi
wa Sallam keluar menemui kami sembari mengatakan :
“Kenapa kalian tidak berbaris
sebagaimana para malaikat berbaris di hadapan Rabb mereka?”
Kami berkata : “Wahai Rasulullah,
bagaimanakah berbarisnya Malaikat di hadapan Rabb mereka?”
Rasulullah Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam menjawab :
“Mereka menyempurnakan shaf/barisan
yang paling awal sembari merapatkan barisannya.” (HRMuslim : 430)
Jadi, memperbagus shaf itu tidak
akan terwujud melainkan dengan menyempurnakan dan merapatkan barisannya.
Mari kita amati realita yang ada di
hadapan kita, yaitu kebesaran para tentara angkatan darat beserta pasukan dan
kekuatannya dari aspek militer, begitu bagus dan teraturnya pola barisan
mereka. Anda tidak dapati adanya kebengkokan maupun cela padanya. Jarak satu
dengan lainnya teratur rapi, sungguh pemandangan yang sungguh indah. Coba
Anda perhatikan, orang yang mengamatinya, mereka sangat interes dan
terkagum-kagum dibuatnya.
Adapun di sekolahan, jangan Anda
tanyakan bagaimana perhatian mereka yang begitu besar di dalam masalah
meluruskan, merapikan dan mengatur barisan. Bukankah para pemakmur Masjid itu
seharusnya adalah orang yang lebih utama di dalam memberikan perhatian di dalam
mengatur shaf dan merapatkan barisan, sebagaimana malaikat berbaris di hadapan
Rab merekaSubhânahu wa Ta’âlâ?!
Kita tidak akan masuk surga sampai
kita meluruskan shaf
Rasulullah Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam telah bersumpah, bahwa kita tidaklah dikatakan beriman,
dan kita tidak akan bisa masuk surga sampai kita saling mencintai di jalan
Alloh Ta’âlâ. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abû
Hurairoh Radhiyallâhu ‘anhu bahwa RasulullahShallallâhu ‘alaihi
wa Sallam bersabda :
“Demi Dzat yang jiwaku berada di
genggaman-Nya, kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidaklah
dikatakan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan
kepada sesuatu yang apabila kalian melakukannya niscaya kalian akan saling
mencintai?! Sebarkanlah salam di tengah-tengah kalian.” (HR Muslim
: 54)
Kecintaan ini tidak akan mudah jika
tanpa merapatkan dan meluruskan shaf. Sebab NabiShallallâhu ‘alaihi wa
Sallam menjelaskan bahwa ketidaklurusan shaf di dalam sholat itu, memicu
perselisihan hati.
Kesimpulannya adalah, bahwasanya
keimanan, surga, kecintaan dan persatuan, kesemuanya ini tidak akan mudah
diraih melainkan dengan meluruskan dan merapatkan shaf.
Perhatian kita terhadap segala
sesuatu yang bersifat lahiriah tidak lain adalah bentuk ketaatan, apalagi
masalah meluruskan shaf
Sungguh aneh kita ini, bagaimana
kita bisa menaruh perhatian terhadap lahiriah perkara duniawi sedangkan kita
tidak mau memperhatikan lahiriah urusan agama kita?! Saya tidak melihatnya
melainkan hal ini berasal dari syaithan.
Saya tidak tahu apa yang akan mereka
perbuat. Sekiranya ada nash-nash (dalil) yang mengharamkan untuk merapatkan dan
meluruskan shaf, niscaya syaithan-syaithan dari golongan jin dan manusia akan
berbondong-bondong untuk merapatkan shaf. Rapat dan lurusnya tidak akan pernah
Anda lihat ada satupun yang menyamainya! Demikianlah keadaan mereka ini,Wallôhu
a’lam. Jika tidak, lantas dimanakah segala sesuatu yang Alloh Ta’âlâ
haramkan di dalam Kitab-Nya dan as-Sunnah, tidak Anda dapati di tengah-tengah
manusia sebagai sesuatu yang lumrah dan dicintai?!
Lihatlah diri kita sendiri, bagaimana
kita begitu mencintai lahiriah duniawi. Sungguh, kita akan lebih mencintai
orang yang kaya walaupun ia seorang yang bodoh ketimbang kita mencintai orang
yang fakir padahal ia berilmu! Kita lebih memilih berteman dengan orang yang
kuat dan kita tinggalkan orang yang lemah!
Adakalanya, seorang manusia mau
menginfakkan hartanya dalam jumlah besar hanya untuk suatu hal yang remeh
supaya dikatakan : “Fulan telah berbuat ini dan itu”! Terkadang, orang yang
bodoh dapat menyebabkan kita tertawa oleh sebab pakaiannya yang bagus, seorang
penipu dapat mengelabui kita dengan tutur katanya yang manis dan seorang
munafik dapat memikat kita dengan kepandaiannya bersilat lidah.
Adapula bentuk formalitas bagi para
tamu dan pengunjung yang tidak boleh tidak, harus ada. Bagi yang
menyelisihinya akan dicela dan dianggap aneh. Jika ada suatu kaum berada di
majelis dan ada seseorang yang tidak berdiri (untuk menyambut dan menghormati
mereka), mereka memprotes dan menghukumnya, sebab ia dianggap tidak menghormati
dan menghargai mereka, dan mereka menganggapnya sebagai orang yang tidak faham
etika bermasyarakat.
Jika dikatakan kepada mereka,
“berjabat tangan dengan wanita asing dan wanita yang halal dinikahi (non
mahram) adalah haram hukumnya.” Mereka menjawab, “hati-hati kami ini terjaga,
bersih dan suci. Yang jadi patokan bukanlah masalah lahiriah seperti itu!”
Namun, apabila ada seorang pemuda fakir yang bagus agama dan akhlaknya,
bermaksud menikahi anak-anak puteri mereka, maka masalah lahiriyah menjadi
patokan dengan begitu saja. Mereka tidak lagi butuh kepada bathin, harga diri
dan kesucian hati pemuda itu. Yang penting, ia haruslah orang yang memiliki
harta, jabatan dan kedudukan.
Apabila mereka diminta untuk
merapatkan dan meluruskan shaf, mereka mengatakan, “yang menjadi ukuran adalah
bathin, bukanlah dari faktor fisik.” Akan tetapi, keimanan mereka terhadap
faktor fisik muncul ketika ada seseorang yang bermaksud meminang puteri mereka.
Mereka akan menetapkan beberapa hal, mereka akan memasang tarif mahal untuk
mahar, memperketat persyaratan, pakaian harus begini dan begitu, perabotan
haruslah dengan harga yang selangit, pestanya haruslah meriah dan menarik
sehingga mendapatkan pujian orang-orang dan tidak dicemooh!
Maka, dimanakah kebajikan bathin
terhadap Tuhanmu dan keimananmu kepada-Nya tatkala Anda diseru untuk merapatkan
shaf?! Dan dimanakah kekufuran mereka terhadap perkara-perkara fisik untuk
meluruskan dan mengatur shaf? Ataukah ini merupakan hawa nafsu?! Semoga Alloh
membinasakan hawa nafsu.
Maha Suci Rabb-mu bagaimana kamu
sampai dikalahkan oleh nawa nafsumu
Maha Suci Diri-Nya sesungguhnya hawa
nafsu itulah yang pasti akan terkalahkan
Apa seperti ini sikapmu wahai kaum?
Perkara lahiriah yang Alloh kehendaki, cintai dan perintahkan, serta ia ancam
orang yang meninggalkannya dengan malapetak dan bencana, namun Anda
menjadikannya sebagai bahan senda gurau dan main-main?! Dan perkara-perkara
lahiriah yang Alloh Subhânahu tidak izinkan, Anda malah
menjadikannya sebagai syariat dan agama? Kejahatan apakah gerangan yang telah
Anda lakukan, dan kesalahan apakah gerangan yang Anda perbuat?
Sungguh kami telah mengimani masalah
meluruskan shaf ini dengan penuh keimanan. Hanya saja keimanan ini ada di luar
masjid, bukan di dalamnya. Tidakkah anda melihat bersamaku bagaimana lurusnya
barisan tentara dan di sekolah?!
Di sini ada yang mengatakan,
“sesungguhnya, keteraturan barisan (di ketentaraan dan sekolahan) merupakan
bentuk simbol kekuatan, ketertiban, ketaatan dan kemajuan! Namun keteraturan
barisan di masjid hanyalah sebuah bentuk lahiriah belaka, masalah kulit yang
remeh, yang tidak berguna dan tidak berfaidah!”
Untuk menyelesaikan urusan muamalah
kita di kantor dan yayasan secara cepat, dan supaya terhindar dari problematika
dan perselisihan, memang harus ada suatu peraturan dan keseragaman. Adapun
perlunya kita mengimplementasikan hal ini di dalam Masjid, adalah untuk
menghindarkan kita dari perpecahan dan perselisihan, yang mana hal ini sudah
tidak perlu lagi ditanyakan, baik kepada orang yang lupa atau orang yang masa bodoh.
Karena RasulullahShallallâhu ‘alaihi wa Sallam telah menjanjikan hal
ini.
Tidak meluruskan shaf akan
menyebabkan perselisihan hati
Dari Abû Mas’ûd Radhiyallâhu
‘anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallambersabda
:
“Luruskanlah shaf dan janganlah
kalian berselisih, yang menyebabkan hati kalian akan berselisih.” (HR Muslim
: 432)
Kalimat pertama dalam hadits, yaitu
“luruskanlah”, merupakan bentuk kalimat imperatif (perintah), dan kalimat
imperatif itu menunjukkan kewajiban sampai ada qorînah (indikasi)
lain yang memalingkan kewajibannya. Sedangkan indikasi yang menunjukkan
kewajibannya ada banyak, diantaranya adalah hadits sebelumnya yang berbunyi :
“Perbaguslah lurusnya shaf (barisan) ketika sholat.”
Diantaranya juga adalah penggalan hadits
yang Anda lihat di atas, yaitu hadits yang melarang perselisihan, sebagaimana
dalam sabda beliau Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam : “dan janganlah
kalian berselisih”. Kalimat negasi/larangan menunjukkan keharamannya sampai ada
indikasi yang memalingkannya. Dalam hadits ini, terhimpun kalimat perintah dan
larangan sekaligus, yang mana satu dengan lainnya merupakan indikasi yang
saling menguatkan antara satu dengan lainnya.
Rasulullah Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam memerintahkan untuk meluruskan shaf dan memperingatkan
dari tidak mematuhi perintahnya. Karena hal ini akan memicu perselisihan,
sebagaimana di dalam hadits :
“Luruskan shaf-shaf kalian. Dan demi
Alloh, luruskanlah shaf-shaf kalian, atau jika tidak niscaya Alloh akan
menjadikan hati kalian saling berseteru.” (Shahîh Sunan Abu Dâwud
: 616)
Di dalam riwayat hadits yang lain :
“atau Alloh akan menjadikan
wajah-wajah kalian saling bertikai.”
Huruf fa’ pada hadits
kata takhtalifu disebut dengan Fa` as-Sababiyah (yang
menunjukkan sebab), sehingga makna hadits menjadi : perselisihan lurusnya shaf
(tidak lurusnya shaf) di dalam sholat merupakan sebab berselisihnya hati.
Lantas, betapa lancangnya seseorang
yang berkata bahwa meluruskan shaf dan hadits yang membicarakan tentangnya akan
memecah belah umat! Apakah mereka berada di dalam keraguan tentang hal ini?!
Padahal Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam telah bersumpah
kepada mereka dan beliau adalah orang yang jujur lagi dibenarkan, adakah kamu
melihat mereka membenarkannya?
Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa
Sallam telah menegaskan hal ini dengan banyak penekanan di dalam nash
hadits di atas dan selainnya, diantaranya adalah adanya Lâm dan Nûn
Taukîd ats-Tsaqîlah(huruf lam dan nun yang berfungsi superlatif) di dalam dua
kata : tuqîm (luruskanlah) danyukholif (memalingkan),
kemudian meng-‘athaf-kan (mengikutkan) taukîd (penegasan)
dengantaukîd (penegasan), akan tetapi mereka pergi berlalu dengan
mengabaikannya begitu saja. Bagaimana bisa mereka berijtihad padahal nash
(dalil)-nya ada?!
Perkaranya tidak berhenti sampai di
sini saja, bahkan ijtihad mereka sampai merubah pemahaman yang benar lagi
jelas. Padahal sesungguhnya, orang yang paling rendah pengetahuannya tentang
fikih dan Bahasa Arab saja, sekiranya dia membaca hadits-hadits yang
membicarakan masalah meluruskan shaf, niscaya dia akan dapat memahami bahwa
tidak merapatkan dan meluruskan shaf, akan memicu perselisihan dan perpecahan
hati.
Dari manakah mereka mendatangkan
ijtihad seperti ini, yaitu mereka melarang dan mencegah, serta memerintahkan
orang-orang untuk meninggalkan hadits yang berbicara tentang masalah meluruskan
shaf supaya dapat mempersatukan hati?
Perselisihan ini tidaklah
terlewatkan begitu saja dari perhatian Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa
Sallamdan hal ini tidak layak bagi beliau, bahkan beliau ‘alaihi
ash-Sholâtu was Salâm adalah orang yang lebih mendahului kita di dalam
memahami dan mengetahui hal ini, sebab “ucapan beliau tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS an-Najm : 4)
Rasulullah Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam telah menyebutkan perselisihan ummatnya di dalam
banyak nash/teks hadits dengan lafazh yang bervariasi. Diantaranya
sabda beliau : “niscaya hati kalian akan berselisih”, “atau Alloh
akan menjadikan hati-hati kalian saling berselisih”, “atau Alloh akan
menjadikan wajah-wajah kalian saling berselisih.”[2]
Kendati Rasulullah Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam mengetahui masalah perselisihan dan faktor penyebabnya
serta beliau membencinya, beliau tidak mau berpaling dari perkara meluruskan
shaf, agar kaum muslimin terbebas dari perdebatan dan perselisihan di dalamnya,
kemudian agar mereka dapat menjaga diri dari perpecahan hati yang merupakan
akibat dari perselisihan!
Kesemua hal ini, tidak beliau puji
dan beliau tolak sedikitpun. Nabi ‘alaihi ash-Sholâtu was Salâmadalah
orang yang lebih mengetahui tentang kemaslahatan umat daripada kita, beliau
lebih faham tentang mana yang urgen dan lebih diprioritaskan. Namun beliau
tidak pernah alpa memperingatkan dari perselisihan yang timbul dari tidak
lurusnya shaf. Yang ditetapkan, bahwa beliau tidak pernah meninggalkan masalah
meluruskan shaf, tidak pernah ketinggalan untuk melakukannya dan tidak pernah
berhenti memperbincangkannya.
Adapun orang yang berpandangan bahwa
solusi yang benar adalah tidak meributkan masalah meluruskan shaf atau
pembahasan yang semisal dengannya, namun yang utama adalah membincangkan
masalah perjuangan memerangi musuh dan memerangi kejahatan dan kebiadaban
mereka dengan berbagai bentuknya –dan kami tidaklah bermaksud meremehkan
masalah ini-, maka keadaan orang ini adalah seperti orang yang beranggapan
bahwa sholat itu lebih urgen ketimbang puasa dan selainnya, lantas ia
mengingkari orang yang memperbincangkan masalah urgensi puasa, haramnya
berinteraksi dengan riba, atau semisalnya, dengan alasan bahwa manusia saat ini
banyak yang menyia-nyiakan dan melalaikan sholat.
Ini merupakan kesalahan yang besar,
karena kewajiban itu ada banyak, bermacam-macam dan beraneka ragam. Seorang
muslim dituntut untuk memenuhi kewajiban-kewajiban ini dengan segala kemampuan
yang dimilikinya. Tidak boleh bagi kita mengabaikan sebagiannya dan mengamalkan
sebagiannya. Membenahi aqidah itu wajib, jihad di jalan Alloh juga wajib.
Berdakwah itu wajib dan mewaspadai sepak terjang musuh juga wajib.
Memerangi ghibah dan namimah adalah wajib, berbakti kepada orang tua dan
meluruskan shaf juga merupakan perkara yang wajib.
Lantas, bagaimana mungkin kita bisa
berjihad, menjaga dan membela agama sedangkan kita dalam keadaan berpecah belah
dan bertikai satu sama lainnya?!
Mari kita perhatikan perselisihan
dan pertikaian yang telah menjangkiti umat, sampai-sampai saudara kita para
mujahidin –kendati sedikit dan jarang-, mereka juga saling berpecah belah dan
berselisih.
Jangan kamu lupakan pula, bahwa
syaithan yang menggerakkan penganut madzhab yang membinasakan, adalah syaithan
atau sejenisnya yang tinggal di sela-sela barisan dan berdiri diantara celah
barisan/shaf kaum muslimin. Mereka membuat hati menjadi saling berselisih dan
jauh antara satu dengan lainnya agar senantiasa tidak dapat bersatu, agar kaum
muslimin tidak mampu memberantas madzhab-madzhab yang menyimpang dan
keyakinan-keyakinan yang menyeleweng. Hal ini disebabkan syaithan itu tahu
bahwa meluruskan shaf dapat mempersatukan hati dan wajah. Apabila kaum muslimin
telah bersatu dan saling mencintai, maka syaithan dari bangsa jin dan manusia
sudah tidak memiliki kemampuan lagi (untuk memporakporandakan kaum muslimin),
dan inilah yang diperkirakan dan ditakuti syaithan bakal terjadi.
Tidak meluruskan shaf akan
menyebabkan kehancuran umat
Telah jelas bagi kita dari paparan
hadits Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam sebelumnya yang tidak
meninggalkan keraguan sedikitpun, bahwa ketidaklurusan shaf akan menyebabkan
perselisihan yang nantinya dapat memicu kelemahan, kehancuran dan hilangnya
kekuatan dan potensi umat. Tentang hal ini, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman
:
“Dan janganlah kamu saling
berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi lemah dan hilang kekuatanmu.”
(QS al-Anfâl : 46)
Rasulullah Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian berselisih. Karena umat
sebelum kalian, mereka berselisih dan menjadi hancur.” (HR Bukhârî : 2410)
Dari perpaduan kedua nash
di atas, maknanya menjadi : Luruskan shaf kalian dan jangan berselisih, yang
nantinya akan menyebabkan kalian menjadi hancur, lemah dan hilang kekuatan
kalian.
Adakah kita menginginkan kehancuran
yang lebih besar daripada ini? Ataukah menanti kelemahan yang lebih dahsyat?
Kita saat ini sedang dikerumuni oleh umat-umat selain Islam, sebagaimana mereka
mengerumuni makanan di atas wadahnya. Inilah keadaan negeri kita yang dijajah,
musuh-musuh Islam dengan tamaknya mengeksploitasi negeri kita tanpa sisa, kita
hanya bisa termenung tanpa memiliki kemampuan dan kekuatan di antara umat yang
ada. Tidak satupun yang kita dengar melainkan hanya keluhan dan rintihan untuk
mendapatkan keadilan dan perlindungan dari serangan musuh. Kita sendiri telah
menjadi bergolong-golongan dan berkelompok-kelompok. “dan setiap golongan
merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka.” (QS al-Mu`minûn : 53)
Hati pun telah tercerai berai dan
jihad telah ditinggalkan. Seakan-akan tidaklah tersisa bagi kita melainkan
hanya sekedar perbincangan tentangnya belaka. Sampai kapan gerangan kita selalu
berada di dalam perpecahan, perselisihan dan kehampaan seperti ini?! Adapun
sekarang, tiba saatnya hati kita senantiasa khusyu’ di dalam mengingat Alloh dan
mempelajari agama kita! Adapun sekarang, wahai manusia pilihan dan terbaik,
tiba saatnya kalian saling bersatu dan mencintai! Marilah kita terima masalah
meluruskan shaf ini. Sebagai permulaan untuk mempersatukan hati kita dengan
izin Alloh.
Aduhai, betapa bahayanya bersatu
dengan syaithan, baik dari bangsa jin maupun manusia!
[1] Disarikan
dari risalah Taswiyatu ash-Shufûf wa Atsaruhâ fî Hayâtil Ummah
karya SyaikhHusain bin ‘Audah al-‘Awâyisyah (Dâr Ibnu Hazm, cet 1, 1423)
[2] Di
dalam an-Nihâyah, dikatakan : “maksudnya adalah setiap orang yang
memalingkan wajahnya dari orang lain, akan menyebabkan terjadinya sikap saling
membenci. Karena menghadapkan wajah dengan wajah itu berdampak terhadap rasa
kasih sayang dan persatuan.”