Anda Pengunjung Ke :

hit counters

Senin, 18 Juni 2012

Kedudukan Khalifah


Tulisan ini ingin memaparkan perbedaan dan perbandingan kedudukan Kepala Negara (Khalifah) dalam Daulah Khilafah Islamiyah, dengan anggota Majlis Ummat (Majlis Syura).
Khalifah adalah orang yang mewakili ummat dalam urusan pemerintahan dan kekuasaan serta dalam menerapkan hukum-hukum syara (lihat Nidhomul Hukmi fil Islam, kar. Abdul Qadim Zallum, hal. 51). Islam telah menjadikan ummat sebagai pemilik kekuasaan dan pemerintahan. Dan dalam hal ini ummat mewakilkannya kepada seseorang untuk menjalankan urusan tersebut. Disamping itu Allah SWT telah mewajibkan kepada ummat untuk menerapkan seluruh sistem dan hukum Islam secara total.
Secara formal aqad penyerahan ummat untuk memberikan mandat kepada seorang Khalifah dalam urusan kekuasaan dan pemerintahan serta dalam menerapkan hukum-hukum syara, dilakukan melalui bai’at. Bai’at ini menandakan pengangkatan secara formal (bai’at in’iqad) seorang Khalifah, sekaligus menunjukkan pemberian kekuasaan dari ummat kepada Khalifah. Sedangkan ummat wajib untuk mentaatinya. Rasulullah saw bersabda :
Siapa saja yang telah membai’at seorang Imam (Khalifah) lalu memberikan uluran tangan dan buah hatinya (ridla-red), maka hendaklah ia mentaatinya.” (HR. Imam Muslim)
Al Quranul Karim telah menyebutnya dengan istilah Waliyul Amri, yaitu orang yang mewakili ummat dalam pengaturan dan pemeliharaan urusan ummat sesuai dengan sistem dan hukum Islam. Ketaatan terhadap Khalifah menempati pringkat yang tinggi setelah ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Firman Allah SWT :
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan Ulil Amri dari kamu sekalian (kaum muslimin-red).” (QS: An Nisa : 59)
Oleh karena itu, kedudukan seorang Khalifah di dalam sistem pemerintahan Islam amatlah kuat. Seorang Khalifah wajib ditaati oleh seluruh rakyat. Siapapun yang membangkang terhadap perintah seorang Khalifah dianggap golongan bughat (pembangkang). Dan Islam bersikap keras terhadap para pembangkang yang dapat mengakibatkan instabilitas politik, yang pada ujungnya bisa menjadi penyebab kegoncangan dan kehancuran kesatuan Daulah Khilafah Islamiyah. Siapa saja yang melakukan pembangkangan akan diterapkan hukum bughat atas mereka, yaitu dinasehati supaya mereka kembali mentaati Khalifah. Dan jika mereka tidak segera menyadari kekeliruannya (dengan kembali mentaati Khalifah dan berada dalam kesatuan Daulah Islamiyah), maka Khalifah dapat memaksa mereka untuk kembali ke pangkuan Daulah Islamiyah dan mentaatinya, meski hal itu dilakukan secara fisik (melalui peperangan dan senjata).
Tambahan lagi, Rasulullah saw memberikan peringatan agar seseorang tidak keluar dari ketaatannya terhadap Amir (Khalifah) dalam sabdanya :
Siapa saja yang membenci sesuatu dari Amirnya, hendaklah ia bersabar. Sebab siapa saja yang keluar dari (ketaatannya kepada seorang) Sulthan meskipun sejengkal, lalu ia mati, maka matinya seperti mati (dalam keadaan) Jahiliah.” (HR. Imam Muslim).
Disamping itu seorang Khalifah memiliki wewenang antara lain :
  1. Menjalankan seluruh sistem dan hukum Islam yang telah diadopsi sebagai UUD dan peraturan perundang-undangan.
  2. Bertanggung jawab atas seluruh aktifitas politik luar negeri maupun dalam negeri.
  3. Panglima angkatan bersenjata, yang berhak untuk mengumumkan perang, damai, gencatan senjata, dan seluruh perjanjian.
  4. Mengangkat dan memberhentikan duta-duta kaum muslimin ke luar Daulah Islamiyah. Dapat menerima ataupun menolak duta-duta negara asing.
  5. Mengangkat dan memberhentikan para Mu’awwin (pembantu Khalifah), para Wali (Gubernur).
  6. Mengangkat dan memberhentikan kepala peradilan (Qadli), kepala-kepala departemen, panglima perang, para komandan.
  7. Berhak memilih dan menentukan hukum syara yang akan dijadikan sebagi peraturan perundang-undangan.
  8. Menentukan rincian anggaran belanja Daulah slamiyah secara rinci. (lihat Nidhomul Hukmi fil Islam, kar. Abdul Qadim Zallum, hal. 96)
Berdasarkan pemaparan di atas tadi, jelas bahwa kedudukan seorang Khalifah dalam sistem pemerintahan Islam amat besar, luas dan kuat. Tidak ada seorangpun, bahkan majlis ummat (majlis syuro) tidak memiliki wewenang untuk memberhentikan seorang Khalifah.
Tentu saja harus diingat, bahwa kedudukan yang besar, luas dan kuat ini, karena kedudukan seorang Khalifah sebagai penjaga dan pelaksana seluruh sistem hukum Islam. Artinya, ketaatan kepada Khalifah itu adalah ketaatan kepada sistem dan hukum Islam. Dan bai’at yang dilakukan ummat kepada seorang Khalifah juga dalam rangka ketaatan ummat kepadanya (selama ia menjalankan sistem dan hukum Islam). Hingga bisa dimengerti bahwa pembangkangan terhadap seorang Khalifah adalah pembangkangan terhadap sistem dan hukum Islam, yang pelakunya berhak diberikan sanksi yang amat keras. Bahkan siapapun yang berani untuk menggulingkan kekuasaan seorang Khalifah yang menjalankan sistem dan hukum Islam, diperintahkan untuk dibunuh. Sabda Rasulullah saw :
Siapa saja yang datang kepada kamu sekalian -–sedangkan urusan kalian berada di tangan seorang (Khalifah)-– kemudian dia hendak memecahbelah kesatuan jamaah kalian, maka bunuhlah ia.” (HR. Imam Muslim)
Oleh karena itu seorang Khalifah hanya dapat diberhentikan apabila ia tidak lagi menjalankan sistem dan hukum Islam (meskipun ia baru menjalaninya satu bulan). Dan pihak yang menentukan apakah seorang Khalifah berhak untuk digantikan atau tidak diserahkan kepada Qadla Madzalim (Mahkamah yang menangani kedzaliman para penguasa). Selama ia mampu dan dapat menjaga dan menjalankan sistem dan hukum Islam, ia berhak menjabat keKhilafahan, dan wajib ditaati oleh siapapun.
Kedudukan Majlis Ummat/ Majlis Syura
Majlis Ummat adalah majlis yang terdiri dari orang-orang yang mewakili suara (aspirasi) kaum muslimin agar menjadi pertimbangan seorang Khalifah dalam mengambil kebijakan-kebijakannya, sekaligus sebagai tempat bagi Khalifah untuk memperoleh masukan-masukan dalam perkara yang menyangkut urusan kaum muslimin. Majlis Ummat juga menjadi media yang mewakili ummat dalam melakukan muhasabah (kontrol dan koreksi) terhadap para pejabat pemerintah.
Jadi kedudukan anggota Majlis Ummat dalam hal ini tidak lebih sebatas mewakili aspirasi/ suara orang-orang yang diwakilinya (aqadnya pun adalah aqad wakalah/perwakilan). Sehingga amat berbeda dan bertolak belakang dengan fungsi parlemen yang ada sekarang, yaitu sebagai legislatif (pembuat Undang-undang). Karena di dalam Islam Syari’ (pihak yang berhak membuat dan mengeluarkan Undang-undang) hanyalah Allah SWT, bukan manusia.
Rasulullah saw, sebagai seorang Kepala Negara senantiasa merujuk kepada sebagian masyarakat untuk meminta pendapat mereka. Beliau pernah meminta pendapat dalam perang Badar untuk menentukan tempat (posisi) pasukan. Begitu pula halnya dalam perang Uhud, beliau meminta pendapat kepada penduduk Madinah, apakah peperangan akan dilakukan di luar kota, atau di dalam kota Madinah (menunggu musuh). Sama halnya dengan sikap Rasulullah saw, Khalifah Umar bin Khaththab ra dalam menentukan persoalan tanah Irak, apakah tanah tersebut akan dibagikan kepada kaum muslimi atau tidak (karena tanahnya sebagai tanah ghanimah/rampasan perang), atau tetap dimiliki oleh penduduk Irak, hanya saja mereka harus membayar kharaj setiap tahunnya ? Ini semuanya sekedar contoh bagaimana seorang Khalifah meminta dan merujuk keputusan-keputusannya kepada masyarakat (dalam hal ini diwakili oleh Majlis Ummat).
Dari sini terlihat bahwa yang berhak mengangkat dan memberhentikan anggota Majlis Ummat adalah kelompok masyarakat yang mempercayainya dan mewakili suara/aspirasi mereka. Apabila seorang anggota Majlis Ummat tidak aspiratif meskipun ia baru satu bulan menjabat angota Majlis Ummat, maka ummat yang mewakilkannya bisa menggantinya kapanpun mereka kehendaki. Maka dari itu hubungan antara Majlis Ummat dan Khalifah dalam sistem pemerintahan Islam tidak akan sampai pada perselisihan yang berlarut-larut, dan tidak akan dapat saling menjegal dan menjatuhkan.
Wewenang Majlis Ummat antara lain :
  1. Memberikan masukan kepada Khalifah dalam masalah-masalah praktis yang berhubungan langsung dengan kebutuhan dan urusan ummat, baik itu pendidikan, sosial, pertanian, industri, perdagangan, kesehatan dsb. Dalam hal ini pendapat Majlis Ummat mengikat (harus dilaksanakan oleh Khalifah).
  2. Masalah yang berkait dengan pemikiran, hingga memerlukan analisis dan pengkajian, masalah keuangan, militer, politik luar negeri dan sejenisnya, Khalifah boleh merujuk pada pendapat Majlis Ummat. Hanya saja dalam persoalan-persoalan ini pendapat Majlis Ummat tidak mengikat.
  3. Khalifah boleh menyodorkan rancangan hukum dan undang-undang yang akan diterapkannya kepada majlis. Maka anggota majlis yang muslim berhak melontarkan pendapat dan argumentasinya mengenai mana yang benar dan salah, mana dalil yang kuat dan lemah. Akan tetapi pandangan anggota majlis ummat dalam hal ini tidak mengikat.
  4. Berhak untuk mengoreksi Khalifah atas seluruh kebijakan riil yang terlihat dalam seluruh masalah.
  5. Majlis Ummat berhak menyampaikan ketidaksukaannya kepada pejabat pemerintah seperti para Mu’awwin, para Wali. Pandangan Majlis Ummat dalam hal ini mengikat (untuk dilaksanakan oleh Khalifah, jika perlu memberhentikan pembantu atau gubernurnya).
  6. Sebagai media untuk menentukan calon-calon Khalifah, apabila jabatan keKhilafahan kosong. (lihat Nidhomul Hukmi fil Islam, kar. Abdul QadimZallum, hal.228-229).
Islam Memberikan Keadilan
Membandingkan ketegangan yang terjadi antara lembaga kepresidenan dengan DPR yang tengah terjadi saat ini, maka sesungguhnya biang kerok semua permasalahan yang ada di tengah-tengah ummat saat ini bukan saja di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin di Indonesia, melainkan juga di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin seluruh dunia terletak pada diterapkannya sistem dan hukum-hukum kufur yang bertolak belakang dengan sistem dan hukum Islam. Tersebarluasnya ide Demokrasi, diterapkannya sistem Kapitalisme, Sekularisme, Liberaisme, Sosialis, Komunisme, dsb adalah ide-ide/pemikiran yang telah menjauhkan ummat dari pemikiran-pemikiran Islam, sekaligus membiusnya hingga ummat tidak lagi mengenal ajaran Islam sebagai sebuah Ideologi yang sempurna. Bahkan mereka membangga-banggakannya lebih dari masyarakat Barat yang kufur.
Untuk memecahkan seluruh problematika yang menimpa kaum muslimin saat ini tiada lain dengan mengembalikan penerapan sistem dan hukum-hukum Islam. Membongkar seluruh sistem dan hukum-hukum kufur, sekaligus membangun Daulah Khilafah Islamiyah diatas puing-puing sistem kufur. Mengangkat seorang Khalifah yang adil untuk menjaga dan menerapkan sistem dan hukum Islam atas seluruh rakyat, mengusir kaum Imperialis Barat yang Kufur, menghancurkan dominasi negara-negara Barat yang dipimpin AS, menyebarluaskan dakwah Islam ke luar negeri dengan jalan Jihad fi Sabilillah, menghukum orang-orang dzalim, melindungi setiap orang yang mencintai dan menerapkan ajaran Islam.
Pemerintahan, dalam hal ini seorang Khalifah adalah jalan yang paling kuat untuk memaksa kaum muslimin menerapkan sistem dan hukum Islam. Bukankah kita orang-orang yang mengaku muslim, yang beriman kepada Allah SWT, beriman dan mencintai Rasulullah saw, membaca dan ingin mengamalkan al Quran. Lalu mengapa ummat ini belum menyadari bahwasanya tidak ada pilihan lagi bagi kaum muslimin selain mengikuti dan mentaati perintah Allah SWT -yaitu menerapkan Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan Firman Allah :
“(Dan) tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan sesuatu ketetapan akan ada pilihan (lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al Ahzab : 36)
Dikutip dari : Gaul ISlam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Harap Berkomentar secara Arif Nan Bijaksana.

Trim's . . . !!!

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes