Tulisan ini ingin memaparkan
perbedaan dan perbandingan kedudukan Kepala Negara (Khalifah) dalam Daulah
Khilafah Islamiyah, dengan anggota Majlis Ummat (Majlis Syura).
Khalifah adalah orang yang mewakili
ummat dalam urusan pemerintahan dan kekuasaan serta dalam menerapkan
hukum-hukum syara (lihat Nidhomul Hukmi fil Islam, kar. Abdul Qadim Zallum,
hal. 51). Islam telah menjadikan ummat sebagai pemilik kekuasaan dan
pemerintahan. Dan dalam hal ini ummat mewakilkannya kepada seseorang untuk
menjalankan urusan tersebut. Disamping itu Allah SWT telah mewajibkan kepada
ummat untuk menerapkan seluruh sistem dan hukum Islam secara total.
Secara formal aqad penyerahan ummat
untuk memberikan mandat kepada seorang Khalifah dalam urusan kekuasaan dan
pemerintahan serta dalam menerapkan hukum-hukum syara, dilakukan melalui bai’at.
Bai’at ini menandakan pengangkatan secara formal (bai’at in’iqad) seorang
Khalifah, sekaligus menunjukkan pemberian kekuasaan dari ummat kepada Khalifah.
Sedangkan ummat wajib untuk mentaatinya. Rasulullah saw bersabda :
“Siapa saja yang telah
membai’at seorang Imam (Khalifah) lalu memberikan uluran tangan dan buah
hatinya (ridla-red), maka hendaklah ia mentaatinya.” (HR. Imam Muslim)
Al Quranul Karim telah menyebutnya
dengan istilah Waliyul Amri, yaitu orang yang mewakili ummat dalam pengaturan
dan pemeliharaan urusan ummat sesuai dengan sistem dan hukum Islam. Ketaatan
terhadap Khalifah menempati pringkat yang tinggi setelah ketaatan kepada Allah
dan RasulNya. Firman Allah SWT :
“Wahai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan Ulil Amri dari kamu sekalian (kaum
muslimin-red).” (QS: An Nisa : 59)
Oleh karena itu, kedudukan seorang
Khalifah di dalam sistem pemerintahan Islam amatlah kuat. Seorang Khalifah
wajib ditaati oleh seluruh rakyat. Siapapun yang membangkang terhadap perintah
seorang Khalifah dianggap golongan bughat (pembangkang). Dan Islam bersikap
keras terhadap para pembangkang yang dapat mengakibatkan instabilitas politik,
yang pada ujungnya bisa menjadi penyebab kegoncangan dan kehancuran kesatuan Daulah
Khilafah Islamiyah. Siapa saja yang melakukan pembangkangan akan diterapkan
hukum bughat atas mereka, yaitu dinasehati supaya mereka kembali mentaati
Khalifah. Dan jika mereka tidak segera menyadari kekeliruannya (dengan kembali
mentaati Khalifah dan berada dalam kesatuan Daulah Islamiyah), maka Khalifah
dapat memaksa mereka untuk kembali ke pangkuan Daulah Islamiyah dan
mentaatinya, meski hal itu dilakukan secara fisik (melalui peperangan dan
senjata).
Tambahan lagi, Rasulullah saw
memberikan peringatan agar seseorang tidak keluar dari ketaatannya terhadap
Amir (Khalifah) dalam sabdanya :
“Siapa saja yang membenci sesuatu
dari Amirnya, hendaklah ia bersabar. Sebab siapa saja yang keluar dari
(ketaatannya kepada seorang) Sulthan meskipun sejengkal, lalu ia mati, maka
matinya seperti mati (dalam keadaan) Jahiliah.” (HR. Imam Muslim).
Disamping itu seorang Khalifah
memiliki wewenang antara lain :
- Menjalankan seluruh sistem dan hukum Islam yang telah diadopsi sebagai UUD dan peraturan perundang-undangan.
- Bertanggung jawab atas seluruh aktifitas politik luar negeri maupun dalam negeri.
- Panglima angkatan bersenjata, yang berhak untuk mengumumkan perang, damai, gencatan senjata, dan seluruh perjanjian.
- Mengangkat dan memberhentikan duta-duta kaum muslimin ke luar Daulah Islamiyah. Dapat menerima ataupun menolak duta-duta negara asing.
- Mengangkat dan memberhentikan para Mu’awwin (pembantu Khalifah), para Wali (Gubernur).
- Mengangkat dan memberhentikan kepala peradilan (Qadli), kepala-kepala departemen, panglima perang, para komandan.
- Berhak memilih dan menentukan hukum syara yang akan dijadikan sebagi peraturan perundang-undangan.
- Menentukan rincian anggaran belanja Daulah slamiyah secara rinci. (lihat Nidhomul Hukmi fil Islam, kar. Abdul Qadim Zallum, hal. 96)
Berdasarkan pemaparan di atas tadi,
jelas bahwa kedudukan seorang Khalifah dalam sistem pemerintahan Islam amat
besar, luas dan kuat. Tidak ada seorangpun, bahkan majlis ummat (majlis syuro)
tidak memiliki wewenang untuk memberhentikan seorang Khalifah.
Tentu saja harus diingat, bahwa
kedudukan yang besar, luas dan kuat ini, karena kedudukan seorang Khalifah
sebagai penjaga dan pelaksana seluruh sistem hukum Islam. Artinya, ketaatan
kepada Khalifah itu adalah ketaatan kepada sistem dan hukum Islam. Dan bai’at
yang dilakukan ummat kepada seorang Khalifah juga dalam rangka ketaatan ummat
kepadanya (selama ia menjalankan sistem dan hukum Islam). Hingga bisa
dimengerti bahwa pembangkangan terhadap seorang Khalifah adalah pembangkangan
terhadap sistem dan hukum Islam, yang pelakunya berhak diberikan sanksi yang
amat keras. Bahkan siapapun yang berani untuk menggulingkan kekuasaan seorang
Khalifah yang menjalankan sistem dan hukum Islam, diperintahkan untuk dibunuh.
Sabda Rasulullah saw :
“Siapa saja yang datang kepada
kamu sekalian -–sedangkan urusan kalian berada di tangan seorang
(Khalifah)-– kemudian dia hendak memecahbelah kesatuan jamaah kalian, maka
bunuhlah ia.” (HR. Imam Muslim)
Oleh karena itu seorang Khalifah
hanya dapat diberhentikan apabila ia tidak lagi menjalankan sistem dan hukum
Islam (meskipun ia baru menjalaninya satu bulan). Dan pihak yang menentukan
apakah seorang Khalifah berhak untuk digantikan atau tidak diserahkan kepada
Qadla Madzalim (Mahkamah yang menangani kedzaliman para penguasa). Selama ia
mampu dan dapat menjaga dan menjalankan sistem dan hukum Islam, ia berhak
menjabat keKhilafahan, dan wajib ditaati oleh siapapun.
Kedudukan Majlis Ummat/ Majlis Syura
Majlis Ummat adalah majlis yang terdiri dari orang-orang yang mewakili suara (aspirasi) kaum muslimin agar menjadi pertimbangan seorang Khalifah dalam mengambil kebijakan-kebijakannya, sekaligus sebagai tempat bagi Khalifah untuk memperoleh masukan-masukan dalam perkara yang menyangkut urusan kaum muslimin. Majlis Ummat juga menjadi media yang mewakili ummat dalam melakukan muhasabah (kontrol dan koreksi) terhadap para pejabat pemerintah.
Majlis Ummat adalah majlis yang terdiri dari orang-orang yang mewakili suara (aspirasi) kaum muslimin agar menjadi pertimbangan seorang Khalifah dalam mengambil kebijakan-kebijakannya, sekaligus sebagai tempat bagi Khalifah untuk memperoleh masukan-masukan dalam perkara yang menyangkut urusan kaum muslimin. Majlis Ummat juga menjadi media yang mewakili ummat dalam melakukan muhasabah (kontrol dan koreksi) terhadap para pejabat pemerintah.
Jadi kedudukan anggota Majlis Ummat
dalam hal ini tidak lebih sebatas mewakili aspirasi/ suara orang-orang yang
diwakilinya (aqadnya pun adalah aqad wakalah/perwakilan). Sehingga amat berbeda
dan bertolak belakang dengan fungsi parlemen yang ada sekarang, yaitu sebagai
legislatif (pembuat Undang-undang). Karena di dalam Islam Syari’ (pihak yang
berhak membuat dan mengeluarkan Undang-undang) hanyalah Allah SWT, bukan
manusia.
Rasulullah saw, sebagai seorang
Kepala Negara senantiasa merujuk kepada sebagian masyarakat untuk meminta
pendapat mereka. Beliau pernah meminta pendapat dalam perang Badar untuk
menentukan tempat (posisi) pasukan. Begitu pula halnya dalam perang Uhud,
beliau meminta pendapat kepada penduduk Madinah, apakah peperangan akan
dilakukan di luar kota, atau di dalam kota Madinah (menunggu musuh). Sama
halnya dengan sikap Rasulullah saw, Khalifah Umar bin Khaththab ra dalam
menentukan persoalan tanah Irak, apakah tanah tersebut akan dibagikan kepada
kaum muslimi atau tidak (karena tanahnya sebagai tanah ghanimah/rampasan
perang), atau tetap dimiliki oleh penduduk Irak, hanya saja mereka harus
membayar kharaj setiap tahunnya ? Ini semuanya sekedar contoh bagaimana seorang
Khalifah meminta dan merujuk keputusan-keputusannya kepada masyarakat (dalam
hal ini diwakili oleh Majlis Ummat).
Dari sini terlihat bahwa yang berhak
mengangkat dan memberhentikan anggota Majlis Ummat adalah kelompok masyarakat
yang mempercayainya dan mewakili suara/aspirasi mereka. Apabila seorang anggota
Majlis Ummat tidak aspiratif meskipun ia baru satu bulan menjabat angota Majlis
Ummat, maka ummat yang mewakilkannya bisa menggantinya kapanpun mereka
kehendaki. Maka dari itu hubungan antara Majlis Ummat dan Khalifah dalam sistem
pemerintahan Islam tidak akan sampai pada perselisihan yang berlarut-larut, dan
tidak akan dapat saling menjegal dan menjatuhkan.
Wewenang Majlis Ummat antara lain :
- Memberikan masukan kepada Khalifah dalam masalah-masalah praktis yang berhubungan langsung dengan kebutuhan dan urusan ummat, baik itu pendidikan, sosial, pertanian, industri, perdagangan, kesehatan dsb. Dalam hal ini pendapat Majlis Ummat mengikat (harus dilaksanakan oleh Khalifah).
- Masalah yang berkait dengan pemikiran, hingga memerlukan analisis dan pengkajian, masalah keuangan, militer, politik luar negeri dan sejenisnya, Khalifah boleh merujuk pada pendapat Majlis Ummat. Hanya saja dalam persoalan-persoalan ini pendapat Majlis Ummat tidak mengikat.
- Khalifah boleh menyodorkan rancangan hukum dan undang-undang yang akan diterapkannya kepada majlis. Maka anggota majlis yang muslim berhak melontarkan pendapat dan argumentasinya mengenai mana yang benar dan salah, mana dalil yang kuat dan lemah. Akan tetapi pandangan anggota majlis ummat dalam hal ini tidak mengikat.
- Berhak untuk mengoreksi Khalifah atas seluruh kebijakan riil yang terlihat dalam seluruh masalah.
- Majlis Ummat berhak menyampaikan ketidaksukaannya kepada pejabat pemerintah seperti para Mu’awwin, para Wali. Pandangan Majlis Ummat dalam hal ini mengikat (untuk dilaksanakan oleh Khalifah, jika perlu memberhentikan pembantu atau gubernurnya).
- Sebagai media untuk menentukan calon-calon Khalifah, apabila jabatan keKhilafahan kosong. (lihat Nidhomul Hukmi fil Islam, kar. Abdul QadimZallum, hal.228-229).
Islam Memberikan Keadilan
Membandingkan ketegangan yang terjadi antara lembaga kepresidenan dengan DPR yang tengah terjadi saat ini, maka sesungguhnya biang kerok semua permasalahan yang ada di tengah-tengah ummat saat ini bukan saja di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin di Indonesia, melainkan juga di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin seluruh dunia terletak pada diterapkannya sistem dan hukum-hukum kufur yang bertolak belakang dengan sistem dan hukum Islam. Tersebarluasnya ide Demokrasi, diterapkannya sistem Kapitalisme, Sekularisme, Liberaisme, Sosialis, Komunisme, dsb adalah ide-ide/pemikiran yang telah menjauhkan ummat dari pemikiran-pemikiran Islam, sekaligus membiusnya hingga ummat tidak lagi mengenal ajaran Islam sebagai sebuah Ideologi yang sempurna. Bahkan mereka membangga-banggakannya lebih dari masyarakat Barat yang kufur.
Membandingkan ketegangan yang terjadi antara lembaga kepresidenan dengan DPR yang tengah terjadi saat ini, maka sesungguhnya biang kerok semua permasalahan yang ada di tengah-tengah ummat saat ini bukan saja di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin di Indonesia, melainkan juga di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin seluruh dunia terletak pada diterapkannya sistem dan hukum-hukum kufur yang bertolak belakang dengan sistem dan hukum Islam. Tersebarluasnya ide Demokrasi, diterapkannya sistem Kapitalisme, Sekularisme, Liberaisme, Sosialis, Komunisme, dsb adalah ide-ide/pemikiran yang telah menjauhkan ummat dari pemikiran-pemikiran Islam, sekaligus membiusnya hingga ummat tidak lagi mengenal ajaran Islam sebagai sebuah Ideologi yang sempurna. Bahkan mereka membangga-banggakannya lebih dari masyarakat Barat yang kufur.
Untuk memecahkan seluruh
problematika yang menimpa kaum muslimin saat ini tiada lain dengan
mengembalikan penerapan sistem dan hukum-hukum Islam. Membongkar seluruh sistem
dan hukum-hukum kufur, sekaligus membangun Daulah Khilafah Islamiyah diatas
puing-puing sistem kufur. Mengangkat seorang Khalifah yang adil untuk menjaga
dan menerapkan sistem dan hukum Islam atas seluruh rakyat, mengusir kaum
Imperialis Barat yang Kufur, menghancurkan dominasi negara-negara Barat yang
dipimpin AS, menyebarluaskan dakwah Islam ke luar negeri dengan jalan Jihad fi
Sabilillah, menghukum orang-orang dzalim, melindungi setiap orang yang
mencintai dan menerapkan ajaran Islam.
Pemerintahan, dalam hal ini seorang
Khalifah adalah jalan yang paling kuat untuk memaksa kaum muslimin menerapkan
sistem dan hukum Islam. Bukankah kita orang-orang yang mengaku muslim, yang beriman
kepada Allah SWT, beriman dan mencintai Rasulullah saw, membaca dan ingin
mengamalkan al Quran. Lalu mengapa ummat ini belum menyadari bahwasanya tidak
ada pilihan lagi bagi kaum muslimin selain mengikuti dan mentaati perintah
Allah SWT -yaitu menerapkan Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan
Firman Allah :
“(Dan) tidaklah patut bagi laki-laki
yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan
RasulNya telah menetapkan sesuatu ketetapan akan ada pilihan (lain) tentang
urusan mereka.” (QS. Al Ahzab : 36)
Dikutip dari : Gaul ISlam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Harap Berkomentar secara Arif Nan Bijaksana.
Trim's . . . !!!